Di sebuah bengkel kerajinan di Lombok, tampak para pengrajin tengah sibuk merangkai dan membentuk rotan menjadi hiasan lampu bernilai seni tinggi. Dalam suasana kerja yang hangat, seorang pengrajin terlihat dengan teliti menata serat rotan, sementara seorang anak membantu menyiapkan rangka lampu di tengah tumpukan karya. Pemandangan ini menggambarkan keindahan, ketelitian, dan keahlian tangan-tangan lokal yang terampil.
Proses pembuatan hiasan lampu dari rotan memerlukan tingkat ketelitian tinggi—dimulai dari pemilihan bahan rotan terbaik, pembentukan pola, hingga tahap perakitan akhir. Setiap langkah dilakukan secara manual dengan rasa tanggung jawab dan cinta terhadap hasil karya. Hasil akhirnya bukan sekadar produk penerangan, tetapi juga karya dekoratif yang memancarkan keindahan alam dan budaya Lombok.
Kerajinan seperti ini telah menjadi salah satu komoditas unggulan dari para pelaku usaha kreatif lokal. Salah satunya adalah Lombok Master, yang terus berupaya memperkenalkan keindahan dan kualitas kerajinan rotan Lombok ke pasar internasional. Melalui inovasi, ketekunan, dan dedikasi para pengrajin, setiap hiasan lampu rotan menjadi bukti bahwa karya tangan masyarakat Lombok mampu bersinar hingga ke mancanegara.
In a craft workshop in Lombok, artisans can be seen skillfully weaving and shaping rattan into beautiful lamp decorations of high artistic value. In the photo, one craftsman carefully arranges the rattan fibers, while a child helps prepare the lamp frame amid a pile of finished works—capturing the beauty and skill of local craftsmanship.
The process of making rattan lamp decorations requires great precision—from selecting the finest materials to shaping patterns and completing the final assembly. Each step is done by hand, reflecting patience, dedication, and love for the craft. The result is not just a lighting product, but a decorative masterpiece that embodies the natural beauty and cultural essence of Lombok.
Such craftsmanship has become one of the leading creative commodities managed by local artisans and entrepreneurs, including Lombok Master, which continues to promote Lombok’s rattan artistry on the international stage. Through innovation and dedication, every rattan lamp decoration stands as proof that the hands of Lombok’s artisans can make the island’s beauty shine across the world.
Presean adalah salah satu kesenian tradisional paling terkenal dari Lombok, yang menggambarkan keberanian, sportivitas, dan semangat persaudaraan masyarakat Sasak. Dalam pertunjukan ini, dua lelaki yang disebut pepadu saling berhadapan menggunakan senjata rotan (penjalin) dan perisai kulit sapi atau kerbau (ende).
Presean bukanlah ajang untuk saling menyakiti, melainkan simbol perjuangan dan ujian kedewasaan. Setiap pukulan dan gerakan mencerminkan keterampilan, kecepatan, dan kehormatan diri. Para pepadu berjuang dengan semangat tinggi, namun tetap menjunjung rasa hormat kepada lawan. Setelah pertarungan selesai, mereka biasanya saling berpelukan sebagai tanda persaudaraan tanpa dendam.
Tradisi ini dulunya dilakukan untuk melatih para pemuda sebelum terjun ke medan perang, namun kini Presean berkembang menjadi tontonan budaya yang sering digelar dalam festival, acara adat, dan penyambutan wisatawan. Suasana menjadi semakin semarak dengan iringan musik tradisional gendang beleq dan sorak sorai penonton yang memberikan semangat bagi para pepadu.
Lebih dari sekadar pertarungan fisik, Presean adalah cerminan jiwa masyarakat Lombok—berani, tangguh, dan penuh kehormatan. Melestarikan Presean berarti menjaga semangat leluhur yang mengajarkan keberanian dan kebersamaan di tengah kehidupan modern.
Presean is one of Lombok’s most iconic traditional performances, symbolizing courage, sportsmanship, and brotherhood among the Sasak people. In this art form, two men—called pepadu—face each other using a rattan stick (penjalin) and a shield made of cow or buffalo hide (ende).
Presean is not meant to inflict harm, but to represent strength, bravery, and honor. Each strike and movement displays skill, speed, and self-control. The pepadu fight with fierce energy yet maintain deep respect for one another. At the end of the match, they embrace—showing that the true victory lies in friendship, not in defeat.
In the past, Presean was used to train young warriors before going to battle. Today, it has evolved into a cultural performance featured in festivals, traditional ceremonies, and tourist events. The rhythm of gendang beleq drums and the cheers of spectators heighten the excitement and spirit of the competition.
Beyond physical combat, Presean reflects the soul of the Lombok people—brave, resilient, and honorable. Preserving this tradition means keeping alive the ancestral spirit that teaches courage, respect, and unity amidst modern life.
Praje adalah tradisi lokal di mana seorang anak yang akan disunat diarak mengelilingi kampung dengan menaiki kuda atau jaran kayu yang dihias. Arak-arakan ini bukan sekadar ritual seremonial; ia adalah momen kegembiraan kolektif—sebuah perayaan yang mengumpulkan keluarga, tetangga, dan kerabat untuk berbagi suka cita menjelang khitanan.
Pada hari Praje, rumah biasanya dihias dengan sederhana namun penuh warna. Anak yang diarak dipakaikan busana istimewa atau dihias dengan aksesoris tradisional, sementara warga kampung menyambut dengan tepuk tangan, lagu-lagu, dan kadang iringan musik tradisional. Langkah arak-arakan melintasi jalan setapak desa, melewati rumah-rumah tetangga sehingga seluruh komunitas dapat memberi ucapan selamat dan doa.
Tujuan dari arak-arakan ini lebih dari sekadar perayaan — ia berfungsi sebagai ritual transisi yang menguatkan rasa kebersamaan dan dukungan sosial. Anak yang akan disunat dirayakan agar memasuki tahap hidup baru dengan rasa bahagia dan keyakinan, dikelilingi oleh kasih sayang keluarga serta doa dari seluruh kampung.
Selain nilai kebahagiaan, Praje juga menjadi wadah pelestarian budaya: cerita-cerita tentang leluhur, pola hias pada jaran kayu, dan lagu-lagu pengiring diteruskan dari generasi ke generasi. Dengan demikian, setiap arak-arakan tidak hanya merayakan satu keluarga, tetapi juga memperkuat identitas budaya komunitas dan menjaga tradisi agar tetap hidup.
Praje is a local tradition in which a child about to undergo circumcision is paraded around the village riding a decorated wooden horse or jaran. This procession is more than a ceremonial act; it is a communal celebration that brings together family, neighbors, and relatives to share in the child’s joy before the rite.
On the day of Praje, homes are often simply but colorfully adorned. The child is dressed in special attire or adorned with traditional accessories while villagers greet the procession with applause, songs, and sometimes traditional musical accompaniment. The parade follows village paths, passing by neighbors’ homes so everyone can offer congratulations and prayers.
The purpose of the procession goes beyond festivity — it serves as a rite of passage that strengthens communal bonds and social support. The child is celebrated so they may enter a new stage of life with happiness and confidence, surrounded by the love and blessings of the whole community.
Beyond joy, Praje helps preserve cultural heritage: ancestral stories, decorative patterns on the wooden horse, and accompanying songs are passed down through generations. Each procession therefore not only celebrates a single family but also reinforces community identity and keeps tradition alive.
Pembuatan gerabah dimulai dari pemilihan tanah liat yang tepat — biasanya diambil dari sumber lokal yang kaya mineral dan mudah dibentuk. Tanah liat dibersihkan dari kotoran, kemudian diadon atau diulen untuk menghilangkan gelembung udara dan memastikan tekstur yang homogen.
Setelah adonan tanah liat siap, proses pembentukan dilakukan dengan beberapa teknik: dilakukan secara manual dengan tangan, diputar pada roda putar, atau dibentuk menggunakan cetakan. Para pengrajin menambahkan detail dan motif menggunakan alat sederhana atau ukiran tangan untuk memberi karakter pada setiap karya.
Proses pengeringan adalah tahap penting: gerabah dibiarkan mengering secara bertahap di tempat teduh agar tidak retak. Setelah kering, karya akan melalui tahap pembakaran di tungku—proses yang menentukan kekuatan dan warna akhir gerabah. Pada beberapa produk, pengrajin juga menerapkan teknik glasir atau pewarnaan alami sebelum pembakaran kedua untuk memberi kilau dan variasi warna.
Desa-desa seperti Banyumulek, Penujak, dan Masbagik adalah pusat tradisi pembuatan gerabah di Lombok. Di sana, keterampilan ini diwariskan turun-temurun, dan setiap proses masih memegang nilai estetika serta fungsi yang tinggi.
Mendukung gerabah Lombok berarti menjaga kearifan lokal dan memberi penghidupan bagi komunitas pengrajin. Setiap pembelian turut melestarikan teknik tradisional yang lahir dari tanah dan tangan.
Pottery making begins with selecting the right clay—usually sourced locally for its mineral richness and workability. The clay is cleaned and wedged to remove air bubbles and ensure a uniform texture.
Once prepared, the clay is shaped using several techniques: hand-building, wheel-throwing, or mold-forming. Artisans add details and motifs with simple tools or hand-carving, giving each piece its unique character.
Drying is a crucial stage: pieces are left to dry slowly in the shade to prevent cracking. After drying, they undergo firing in kilns—a process that determines the final strength and color of the pottery. Some items receive natural glazes or colorings before a second firing to add sheen and color variations.
Villages such as Banyumulek, Penujak, and Masbagik are renowned centers of pottery craftsmanship in Lombok. There, the skills are passed down through generations, and each stage preserves both aesthetic and functional value.
Supporting Lombok pottery helps protect local wisdom and sustain the livelihoods of artisan communities. Each purchase contributes to keeping a tradition alive—art born from earth and hands.
Jangger adalah tarian tradisional yang dibawakan oleh para penari perempuan Sasak di Lombok. Gerakannya lembut, anggun, dan penuh makna, menggambarkan keceriaan serta semangat kebersamaan masyarakat.
Tarian Jangger sering tampil berdampingan dengan pertunjukan Gendang Beleq. Ketika dentuman gendang besar menggetarkan suasana, para penari Jangger menari dengan gemulai, menyambut irama dengan langkah dan senyum yang menawan.
Dahulu, tarian ini juga menjadi bagian dari upacara adat dan penyambutan tamu penting. Kini, Jangger menjadi simbol keindahan budaya Lombok—perpaduan antara kekuatan dan kelembutan yang mencerminkan jiwa masyarakat Sasak.
Melalui Jangger, para perempuan Lombok tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga menunjukkan kebanggaan terhadap warisan seni yang telah hidup selama ratusan tahun.
Jangger is a traditional dance performed by the female Sasak dancers of Lombok. Its movements are gentle, graceful, and full of meaning—expressing the joy and spirit of togetherness within the community.
The Jangger dance is often performed alongside the Gendang Beleq performance. As the deep drums resonate through the air, the dancers move elegantly, greeting the rhythm with captivating steps and smiles.
In the past, this dance was also part of traditional ceremonies and a way to welcome honored guests. Today, Jangger stands as a symbol of Lombok’s cultural beauty—a blend of strength and grace that reflects the soul of the Sasak people.
Through Jangger, the women of Lombok not only preserve an ancient tradition but also express their pride in a living art form that has endured for centuries.
Di lereng Gunung Rinjani, Desa Sembalun dikenal tidak hanya karena keindahan alamnya, tetapi juga karena warisan budayanya yang luar biasa: tenun tradisional Sembalun. Di desa yang sejuk dan dikelilingi pegunungan ini, para perempuan setempat menenun dengan ketekunan dan ketenangan yang seolah seirama dengan alam di sekitarnya.
Motif tenun Sembalun mencerminkan kehidupan masyarakat pegunungan—pola geometris yang kuat, warna-warna alam yang lembut, serta makna filosofis tentang keseimbangan hidup. Setiap helai benang dipintal dengan tangan, kemudian disusun menjadi kain yang menggambarkan keindahan alam dan keteguhan hati para penenunnya.
Tenun Sembalun tidak hanya menjadi simbol seni dan budaya, tetapi juga sumber penghidupan bagi masyarakatnya. Dengan menjaga tradisi ini, para pengrajin ikut melestarikan warisan leluhur yang sudah turun-temurun dan memperkenalkan keindahan Sembalun ke dunia luar.
Membeli tenun Sembalun berarti membawa pulang sepotong keindahan alam Rinjani—karya tangan yang lahir dari harmoni antara manusia, budaya, dan alam.
At the foothills of Mount Rinjani lies Sembalun Village, known not only for its breathtaking nature but also for its rich cultural heritage: the traditional Sembalun weaving. In this cool mountain valley, local women weave with patience and calmness that seem to follow the rhythm of the surrounding nature.
The motifs of Sembalun weaving reflect the life of the mountain people—strong geometric patterns, soft natural tones, and philosophical meanings about harmony and balance. Each thread is hand-spun and arranged into a fabric that tells stories of nature’s beauty and the resilience of its creators.
Sembalun weaving is not only an expression of art and culture but also a vital source of livelihood for the community. By preserving this craft, artisans continue to protect an ancestral legacy while sharing Sembalun’s beauty with the world.
Buying Sembalun weaving means bringing home a piece of Rinjani’s spirit—a handmade creation born from the harmony between people, culture, and nature.
Tenun Pringgasela berasal dari sebuah desa di Lombok Timur yang sudah dikenal sejak lama sebagai pusat tenun tradisional. Setiap helai kain dibuat dengan tangan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM), dikerjakan dengan ketelitian dan kesabaran luar biasa oleh para perempuan setempat.
Kain tenun Pringgasela dikenal dengan warnanya yang khas dan alami. Pewarnaannya berasal dari bahan-bahan alam seperti daun tarum, kulit kayu, atau akar tanaman, menghasilkan corak lembut namun elegan. Motifnya sarat makna—melambangkan kesederhanaan, keharmonisan, dan kekuatan budaya masyarakat Sasak.
Lebih dari sekadar kain, setiap tenunan adalah cerita tentang kehidupan, ketekunan, dan kecintaan terhadap tradisi. Di tangan para penenun, benang-benang berwarna menjelma menjadi karya seni yang tak hanya indah, tetapi juga membawa pesan tentang warisan leluhur yang terus hidup di Lombok.
Membeli tenun Pringgasela berarti ikut melestarikan warisan budaya dan memberi dukungan kepada para penenun yang menjaga seni tradisional ini agar tetap lestari di tengah arus modernisasi.
Pringgasela weaving originates from a village in East Lombok long known as a center of traditional handwoven fabric. Each piece is crafted manually using non-mechanical looms, requiring remarkable patience and precision from the skilled local women.
Pringgasela textiles are famous for their distinctive natural colors. The dyes come from natural sources such as indigo leaves, tree bark, and plant roots, creating soft yet elegant shades. Each motif carries meaning—symbolizing simplicity, harmony, and the cultural strength of the Sasak people.
More than just fabric, each woven cloth tells a story of life, perseverance, and love for tradition. In the hands of the weavers, colorful threads are transformed into art—pieces that embody the enduring spirit of Lombok’s heritage.
Buying Pringgasela weaving means helping preserve cultural heritage while supporting the artisans who keep this traditional art alive amid the tides of modernity.
Gerabah Lombok merupakan salah satu warisan budaya yang paling khas dari pulau ini. Dibuat dari tanah liat pilihan yang diambil langsung dari alam sekitar, setiap karya gerabah melewati proses panjang—mulai dari pembentukan, pengeringan, hingga pembakaran—semuanya dilakukan secara manual oleh tangan-tangan terampil pengrajin lokal.
Desa Banyumulek, Penujak, dan Masbagik dikenal sebagai pusat pembuatan gerabah di Lombok. Di tempat-tempat ini, suara ketukan lembut dan putaran roda tanah liat menjadi bagian dari keseharian. Para pengrajin menciptakan berbagai bentuk: tempat air, vas, kendi, pot bunga, hingga dekorasi rumah yang artistik dan sarat makna budaya.
Setiap gerabah tidak hanya menonjolkan fungsi, tetapi juga menyimpan keindahan estetika alami. Warna tanah yang hangat, tekstur halus, dan pola sederhana menjadikannya simbol harmoni antara manusia dan alam. Gerabah Lombok adalah wujud seni yang tumbuh dari tanah, dibentuk oleh tangan, dan dijiwai oleh tradisi.
Dengan membeli gerabah Lombok, kita turut menjaga warisan leluhur agar tetap hidup, sekaligus mendukung para pengrajin yang terus berkarya dengan sepenuh hati.
Lombok pottery is one of the island’s most distinctive cultural heritages. Made from carefully selected clay sourced from the local earth, each piece goes through a meticulous process—shaping, drying, and firing—all done entirely by hand by skilled local artisans.
The villages of Banyumulek, Penujak, and Masbagik are well-known pottery centers in Lombok. Here, the gentle tapping of tools and the spinning of clay wheels fill the air as artisans create a wide range of items: water jars, vases, pitchers, flower pots, and artistic home décor rich with cultural meaning.
Each pottery piece reflects not only functionality but also natural beauty. The warm earthy tones, smooth textures, and simple motifs symbolize harmony between humans and nature. Lombok pottery is an art form born from the earth, shaped by hands, and enlivened by tradition.
By purchasing Lombok pottery, you help preserve the legacy of the ancestors while supporting local artisans who continue to create with dedication and heart.
Gendang Beleq adalah salah satu kesenian tradisional yang paling dikenal di Lombok. “Beleq” berarti besar, sesuai dengan ukuran gendang yang dimainkan oleh para penabuhnya. Kesenian ini biasanya dibawakan oleh sekelompok pria muda dengan pakaian adat Sasak yang khas.
Dahulu, Gendang Beleq dimainkan untuk menyambut para prajurit yang pulang dari medan perang, sebagai simbol kemenangan dan semangat. Kini, kesenian ini tampil dalam berbagai acara adat, penyambutan tamu, hingga pertunjukan wisata budaya.
Dentuman gendang besar, suara suling, dan sorak para penari menciptakan suasana meriah dan penuh energi. Lebih dari sekadar hiburan, Gendang Beleq adalah simbol kebanggaan masyarakat Lombok—warisan budaya yang terus dijaga agar tetap hidup di tengah perkembangan zaman.
Gendang Beleq is one of the most recognized traditional performances from Lombok. The word “Beleq” means “big,” referring to the large drum played by the performers. This art form is usually performed by a group of young men dressed in distinctive Sasak traditional attire.
In the past, Gendang Beleq was performed to welcome warriors returning from battlefields, symbolizing victory and courage. Today, it is featured in traditional ceremonies, guest receptions, and cultural tourism performances.
The pounding of large drums, the sound of flutes, and the cheers of dancers create a lively and energetic atmosphere. More than just entertainment, Gendang Beleq represents the pride of Lombok’s people—a cultural heritage preserved to stay alive amidst the changes of time.
Di Desa Sukarara, menenun sudah menjadi kebiasaan turun-temurun. Hampir setiap perempuan di sini bisa menenun sejak kecil, belajar langsung dari orang tua mereka. Dengan alat tenun tradisional, mereka mengubah benang menjadi kain yang indah dan bermakna.
Kegiatan menenun bukan hanya melestarikan budaya, tetapi juga menjadi sumber penghasilan bagi banyak keluarga. Kain hasil tenunan warga Sukarara kini banyak diminati, baik oleh wisatawan lokal maupun mancanegara.
Setiap lembar kain tenun dibuat dengan tangan dan ketelatenan. Membeli kain dari Sukarara berarti ikut mendukung kehidupan para penenun dan menjaga tradisi yang sudah berjalan sejak lama di Lombok.
In Sukarara Village, weaving has been a tradition passed down through generations. Almost every woman here learns to weave from a young age, taught directly by their parents. Using traditional looms, they transform threads into fabrics of beauty and meaning.
The weaving activity is not only a way to preserve culture but also serves as a vital source of income for many families. Today, woven fabrics from Sukarara are highly sought after by both local and international visitors.
Each piece of handwoven cloth is made with patience and care. Buying fabric from Sukarara means supporting the livelihood of weavers and helping to sustain a time-honored tradition that continues to thrive in Lombok.
Di berbagai sudut desa di Lombok, suara rotan yang saling bersentuhan masih terdengar setiap pagi. Jemari para ibu bergerak lincah, menganyam dengan ketelatenan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Menganyam bukan sekadar pekerjaan bagi mereka—ia adalah bagian dari kehidupan, bagian dari jati diri yang menyatu dengan waktu.
Kebiasaan ini telah menjadi sumber penghasilan utama bagi banyak keluarga. Dari teras rumah sederhana, lahirlah karya-karya indah: keranjang, tas, tempat lampu, dan berbagai perabot rumah tangga yang tak hanya fungsional, tetapi juga sarat nilai budaya. Setiap anyaman menyimpan cerita, tentang kesabaran, cinta, dan keindahan tangan manusia yang tak tergantikan mesin.
Kini, hasil karya para pengrajin Lombok mulai dikenal hingga ke mancanegara. Sentuhan alami dan kehangatan rotan menjadikan setiap produk memiliki keunikan tersendiri—menjadi pilihan bagi mereka yang menghargai karya autentik dan ramah lingkungan.
Membeli satu produk anyaman Lombok berarti turut menjaga tradisi lama agar tetap hidup. Ini bukan sekadar benda, melainkan bagian dari kehidupan yang lahir dari alam dan cinta—karya tangan yang menyambung rezeki banyak keluarga di pulau yang indah ini.
In many corners of Lombok’s villages, the sound of rattan brushing against itself can still be heard every morning. The fingers of mothers move deftly, weaving with patience and skill passed down through generations. For them, weaving is more than just a job—it is a way of life, a part of identity that flows with time.
This tradition has become the main source of income for many families. From the verandas of modest homes come beautiful creations: baskets, bags, lamp holders, and various household items that are not only functional but also rich in cultural meaning. Every weave holds a story of patience, love, and the beauty of human craftsmanship that no machine can replace.
Today, the works of Lombok’s artisans are gaining recognition around the world. The natural warmth and touch of rattan give each product its own unique charm—making it a choice for those who value authentic and eco-friendly creations.
Buying a piece of Lombok rattan weaving means helping preserve an old tradition so it continues to live on. It is more than just an object—it is a part of life born from nature and love, a handmade creation that sustains the livelihood of many families on this beautiful island.
Anyaman rotan Lombok dikenal karena kombinasi estetika dan daya tahannya. Setiap karya dibuat secara manual oleh pengrajin lokal yang sudah mahir dengan teknik anyaman khusus—teknik yang telah dipelajari dan disempurnakan turun-temurun. Pola anyaman yang rapat dan presisi menghasilkan tekstur yang kuat sekaligus menampilkan motif khas Lombok.
Bahan rotan dipilih, dikeringkan, dan diproses dengan cermat agar mempertahankan warna alami dan seratnya. Dari proses ini muncul berbagai produk yang fungsional dan artistik: keranjang untuk penyimpanan, vas dan wall décor untuk dekorasi, serta aneka kebutuhan rumah tangga lainnya.
Selain nilai estetika, setiap produk menyimpan cerita budaya dan keahlian tangan pengrajin—menjadikannya favorit baik untuk penggunaan sehari-hari maupun sebagai barang khas untuk pasar lokal dan ekspor.
Lombok rattan weaving is renowned for its blend of beauty and durability. Each piece is handcrafted by skilled local artisans using a special weaving technique passed down through generations. The tight, precise weave produces a sturdy texture while showcasing distinctive Lombok patterns.
Raw rattan is carefully selected, dried, and processed to preserve its natural color and grain. From this careful treatment come functional and decorative items: baskets for storage, vases and wall décor for interior accents, and various other household essentials.
Beyond aesthetics, every product carries the cultural story and handcrafted expertise of its maker—making Lombok rattan pieces a popular choice for everyday use as well as local and international markets.
